Senin, 08 Februari 2016

Narasikan Hidup Kita

"Kopi tanpa narasi hanya air yang berwarna hitam" (Mas pepeng)
Seperti juga kehidupan, perlu dinarasikan agar lebih "Hidup" dan Berwarna"
Menarasikan kehidupan bisa dilakukan dengan cara mengungkapkan rasa, baik lewat tulisan maupun kata-kata. Diantara kita ada yang begitu bijak mengungkapkan perasaannya tetapi ada juga yang gagap, namun begitu kadang yang gagap sangat menyentuh hati ketika menuangkan lewat tulisan.
Kadang kita sulit untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan, maka belajarlah untuk menuangkan rasa. Terlebih untuk hal positif yang dapat menambah kebaikkan.
Seperti hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Anas bin Malik:
Ada seorang laki-laki berada di dekat Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kepadanya lewat seorang yang lain. Laki-laki yang di dekat Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam! Sungguh aku mencintainya.” Maka Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau sudah memberitahukannya?” Ia menjawab, “Belum” Rasulullaah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Beritahukanlah kepadanya!” Kemudian ia mengikutinya dan berkata, “Sungguh aku mencintaimu karena Allah.” Laki-laki itu pun berkata: “Semoga engkau dicintai Allah, yang karena-Nya engkau mencintaiku.”
Begitulah Rasulullah saw mengajarkan kita, untuk menarasikan apa yang kita rasakan untuk menambah kecintaan diantara kita. Memuji, mengapresiasi seseorang tentang capaiannya. Tentu hidup akan menjadi lebih hidup.
Mungkin kita bisa belajar dari Harun Ibn Abdillah Al Bagdadi dalam menarisakan kisahnya,  hal ini tidak lain agar kita bisa memetik hikmah dari kisah Beliau.
Inilah yg dikisahkan Harun Ibn Abdillah Al Bagdadi. Disuatu larut malam pintuku diketuk orang. Aku bertanya : siapa?. Suara lirih diluar menjawab, " Ahmad. Kuselidik " Ahmad yg mana?" . Nyaris berbisik kudengar : "Ahmad Ibn Hambal. Subhanallah itu Guruku.
Kubuka pintu dan Beliaupun masuk dengan langkah berjingkat. Kusilakan duduk maka beliau hati-hati agar kursi tak berderit.
Kutanya :" ada urusan sangat pentingkah sehingga Engkau duhai  guru, berkenan mengunjungiku dimalam selarut ini?. Beliau tersenyum.
"Maafkan aku duhai Harun", ujar Beliau dg halus dan pelan. "
Aku terkenang bahwa engkau biasa masih terjaga meneliti hadist diwaktu semacam ini. Kuberanikan untuk datang karena ada yg menganjal dihatiku sejak siang tadi ,  Aku terperangah " apakah hal itu tentang diriku? .  Beliau mengangguk.
"Jangan ragu," ujarku sampaikanlah wahai Guru. Ini aku mendengarkanmu!"
"Maaf ya Harun," ujar Beliau" tadi siang kulihat engkau sedang mengajarkan murid-muridmu. Kau bacakan hadist utk mereka catat. Kala itu mereka tersengat terik matahari, sedang dirimu teduh ternaungi bayangan pepohonan. Lain kali jangan begitu duhai Harun, duduklah dalam keadaan yang sama, sebagaimana muridmu duduk.
Aku tercekat tak sanggup menjawab. Lalu beliau berbisik pamit undur diri. Kemudian melangkah berjingkat, menutup pintu hati-hati. Masya Allah inilah guruku yang mulia Ahmad Ibn Hanbal. Akhlak indahnya sangat terjaga dalam memberikan nasehat dan meluruskan khilafku. Beliau bisa saja menengurku didepan para murid. Toh beliau guruku yang berhak utk itu. Tetapi tak dilakukanya demi menjaga wibawaku. Beliau bisa saja datang sore, bagda magrib atau isya mudah baginya. Tapi itu tdk dilakukannya demi menjaga rahasia nasehatnya.
Kita bisa memahami dari kisah diatas  bagaimana Imam Ahmad Ibn Hambal menarasikan  nasehatnya dengan sangat hati-hati kepada sang murid. Sehingga sang muridpun menyadari kekhilafannya.
Kisah ini sampai ke generasi kita karena sang murid "Harun Ibn Abdillah" menarasikannya lewat tulisan Beliau. Maka kitapun tahu bagaimana adab menasehati seseorang dengan bijaksana.
Hal yang mungkin kerap kita lupakan yaitu bagaimana menarasikan diri kita didepan Allah swt yang Maha diatas segala Maha. Dalam berdoa  kepada Allah swt tidak jarang kita langsung memohon kepadaNya tanpa ada narasi sebelumnya. Padahal ada asmaul husna yang di sunnahkan ketika kita berdoa. Alangkah menyentuhnya sebuah doa ketika kita menarasikan diri kita yang lemah ini didepan Allah Yang Maha Kuat.
Ya Allah kami hambaMu yang lemah tiada berdaya  dalam mengatasi masalah kehidupan ini maka ya Allah Yang Maha Kuat berilah kami kekuatan untuk bisa mengatasi segala cobaan, maka ya Allah yang Maha Penolong tolonglah kami dalam menghadapi musibah ini..
Adapun manfaat menarasikan kehidupan:
1. Untuk berbagi pengalaman dengan sesama.
2. Mengambil hikmah dari pengalaman orang lain.
3. Mengasah diri untuk mengungkapkan apa yang dirasakan.
4. Berbagi ilmu, agar orang lain dapat mengambil pelajaran tanpa harus mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.
5. Menjadi orang yang bermanfaat untuk sesama.
Wallahu a'lam bissawab...

1 komentar:

APA KABAR JIWA

Apa kabar Jiwa Masihkah kau terwarnai  dengan bekasan teduh Ramadhan Atau engkau tak sadar   pergi sedikit menjauh dari semangat  yang kau p...